Saturday, January 27, 2007

Monday, January 01, 2007

Temanku Bisa Dihitung

Dari 600 lebih temanku di friendster, dari seratusan lebih testimonial, dari begitu banyak ruang canda dan tawa di kehidupan keseharianku, TEMANKU BISA DIHITUNG. Malah dengan hanya menggunakan satu tangan, yach... satu tangan !!!

Kali ini aku sengaja menunggu, siapa saja yang masih ingat padaku. Siapa saja yang mengirimkan ucapan SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA kepadaku. Aku kira akan banyak pesan yang masuk, namun kali ini aku kecewa. Hanya ada pesan dari: lisa, kausar, eka, mahijir, nuzul, dan rahma.

Yach, hanya ada mereka dalam inbox handphone-ku. Hanya ada mereka dalam kamus temanku. Teman-teman yang memperhatikan aku. Teman-teman yang masih menganggap bahwa aku ini ADA, AKU EKSIS !!!

Sekarang coba anda perhatikan kehidupan anda. Berapa banyak mereka yang tertawa bersama anda, mereka yang berpegangan tangan. Namun kemana mereka saat kesusahan menyertai anda ??? Mereka hanya bermain dalam batasan tawa dan canda... mereka hanya bermain dalam lapisan pertemanan, bukan dalam lapisan persahabatan dan persaudaraan.

Baiquni, sudahkah kamu melihat apa yang terjadi padamu ???

Jadikan itu sebagai pelajaran... cam kan lah... tak banyak teman sejatimu, maka berhati-hatilah dengan langkahmu...

Semoga anda, kita, dan saya mengerti. TAK BANYAK SAHABAT DALAM HIDUP INI.

Saturday, October 21, 2006

Sebuah Percakapan

Berburu di dunia google, saya mendapatkan sebuah petikan blog yang indah. Saya mengambilnya dari situs: http://voyager.wordpress.com/2006/05/16/sebuah-percakapan/

Semoga bermanfaat

Beberapa hari yang lalu aku terlibat pada sebuah pembicaraan yang cukup serius dengan seorang laki-laki. Iya laki-laki. Anda laki-laki ? Belum tentu, aku bahkan bisa menganggap Anda bukan seorang laki-laki, walaupun fisik Anda adalah laki. Atau bahkan bila anda menunjukan kelaki-lakian anda untuk menunjukan bahwa anda laki-laki

Tapi disini, aku tidak bermaksud untuk “menempeleng” atau pun “menginjak-injak” Anda. Ah namanya juga guyonan

Percakapan seperti apakah itu?

Percakapan antara aku dan si laki-laki bermula dari sebuah guyonan, yang pada akhirnya menjurus pada percakapan yang cukup serius. Mengenai hubungan antara seorang wanita dan laki-laki

Aku bertanya dan dia pun menjawab

“Dulu waktu pacaran sama istri gimana Mas?”
Aku nggak pacaran kok ma istriku
“Oh pake ta’arub gitu ya?”
Nggak juga
“Trus pake apa dong”
ya kenal aja, merasa sreg, ya udah langsung tak ajak nikah aja
“Woh, dia mau ya”
mau dong siapa dulu aku
“Cailah…narsis lu, eh mo nanya dong”
boleh…asal jangan susah-susah yak
“Ini pertanyaan-pertanyaan untuk cowok kok sante ajah”
iya..
“Menurutmu cowok macho itu yang kayak gimana”
gue macho dong
“Ah sumpe lu”
Iya dong. mau tau menurutku cowok macho itu kayak gimana ?
“Iya…boleh-boleh”
Menurutku cowok macho adalah cowok yang mau memperjuangkan cintanya, berani dengan segala resiko, tegas, ga banyak ngomong. Sama cewek ga gampang jatuh cinta. Pinter. Brilian. Mencintai ibu dan saudara perempuanya, membaca Al Qu’an dan mengamalkanya. Pekerja keras. Tidak malu dengan segala cinta-citanya. De el el deh pokoknya yang baik-baik
“Emang kamu ada semua disitu, kayake enggak deh…”
ya iya lah, nggak mungkin ada semua, aku bukan cowok sempurna…aku masih punya beberapa kekurangan. Setiap manusia kan pasti ga begitu sempurna. Ngga bisa dibandingin sama Rasulullah. Dan aku masih manusia biasa, bukan manusia atapun lelaku suci
“Satu lagi kriteria cowok macho”
apa tuh
“Mengakui kekuranganya tanpa malu-malu”
hehhe
“Anggep aja kamu masih pacaran ya”
khan aku ga pacaran
“Namanya juga anggapan lah hai”
oh boleh
“Minta ML ma yayang berani nggak”
set dah…ML, zina tuh…bego banget deh kalau aku minta ML ma seorang wanita yang aku sayang dan nantinya bakal aku jadiin istri. Pasangan yang sudah berzina tidak akan pernah diperbolehkan untuk menikah. entar aku ga jadi nikah dong sama cewek aku :( di kawin ma orang lain entar…mupen aku
“hahahaha, jadi alesannya itu toh”
ya ga gitu doang lah non, dosa, aku ga mau di rajam
“Hihih iya bener juga. Kalau ternyata cewek kamu dah ga perawan lagi gimana ?”
maksudnya dia pernah ML ma orang lain gitu
“Hu uh”
Asal dia jujur, asal dia bertobat dan nggak akan ngulang itu lagi aku bisa terima
“Ah sumpe lu”
bener…asal dia jujur pas pertama kali kenal aku. toh aku nikahin dia bukan karena ke-gadisannya. tapi karena aku cinta ma dia
“Emang menurutmu kegadisan tuh paan, banyak cowok yang ngira kalau kegadisan atau keperawanan itu di lihat dari selaput dara. Kalau sobek, lantas dibilang ga perawan lagi. padahal lom tentu itu karena dia melakukan hubungan suami istri dengan seseorang. biasa aja karena olah raga, jatoh, celana jeans dll”
iya aku sependapat sama kamu. sebenernya keperawanan itu di lihat dari hatinya. percuma kalau dia ngaku masih perawan, tapi kelakukanya bukan lagi perawan.
“maksudnya ?”
Jadi gini non. Okelah, seorang cewek ngaku perawan, tapi dia pernah melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dan tidak membuat selaput daranya robek, tapi dia tetep udah di jamah. Itu sudah bukan perawan lagi.
“Kalau yang masalah kejujuran itu”
Itu penting banget. Sekali orang dah boong, seterusnya dia bakalan boong terus
“Jadi kamu nanya dong sama istrimu dulu”
iya dong…
“hehehe keren dong”
harus gitu, saya kan tidak mau membeli kucing dalam karung
“Mas, cinta itu apa sih?”
cinta itu perasaan yang kuat pada hal yang ia sayangi sesuai dengan porsinya. Jadi harus ada pembeda antara cinta duniawi dan akhirat. Harus jelas
“Kalau sampe mati bunuh diri gara-gara cintanya ga kebales”
itu namanya bego, cnta di tolak cari yang lain dong
“hahahaha…kan ga semua orang gitu lah”
loh mikir dong pake logika, di tolek bukan segala sesuatu berakhir, tapi mungkin karena da bukan yang terbaik
“kadang kan cewek suka pake hati mas…”
iya….ngerti, kadang juga terlalu terbawa emosi, coba bisa di atur perasaannya. pasti nggak akan terlalu drop pas putus cinta
“Mmmm…”
napa?
“Wise banget siyyy”
ah biasa, lama-lama juga semakin dewasa seiring bertambah umur
“Hihi, kenapa ya dulu aku ga suka sama kamu aja hahahhah ga deng becanda ini”
hahahha…iya kamu telat sih
“Plaaakzz…”
oh ya satu lagi, cowok macho itu ga pernah mempermaikan perasaan seorang wanita, dia tegas dalam memberikan keputusan.

Percakapan yang membuka mataku, kalau selama ini kebanyakan dari teman laki-lakiku belum sepenuhnya menjadi laki-laki. Atau mereka masih banci, atau belum menemukan dimana letak jiwa laki-lakinya.

Sudahkan Anda merasa menjad seorang laki-laki. Bagiku si laki-laki yang ku ajak ngobrol adalah seorang laki-laki, dan aku salut atas segala pandangan-pandanganya. Aku suka laki-laki macam ini Sayang dah punya istri :D.

Tuesday, October 17, 2006

Sebuah Jawaban dari Tuhan

Barusan Tuhan berbicara dengan teknologi, dia memberikanku jawaban lewat SMS melalui nomer si jelek Nidya Ratih Anjarini. Jawaban yang selama ini ingin kudengar secara verbal dan tertulis.

Yah itu teserah u. Rs suka itu fitrah. Tp ga perlu ditunjukkan. Biarin aja dy berlalu lwt wkt. Klo emg allah ngizinin. Pst bkl jodoh. Lgn u ikhwan. INGAT! Jgn jthkan islam dgn perilaku ngncr perempuan. Cnt pd allah adlh seegaalaanaa. Sijelek pinter ngomng kn! Pjg...Lg... Haha2” (sengaja ditulis tanpa editan).

Ah, ternyata jawaban yang kuinginkan keluar lewat jari-jari si jelek Nidya yang ngetik sms. Diantara jawaban kawan-kawan lain yang ingin saya mengungkapkan tabir lisan ini, malah bahkan diantara mereka yang menggunakan perangkat taqwa seperti jilbab. Nidya yang cuma baru 1 tahun berkecimpung dalam hiruk-pikuk dakwah muncul memberikan jawaban yang telah lama saya nantikan.

Ahh… itu adalah sebuah jawaban kepastian. Aku menyebutnya: SEBUAH JAWABAN DARI TUHAN.

Jawaban sms itu langsung membuat dada yang tadi terasa sesak menjadi begitu lapang. Ahh, sebuah perasaan lega yang datang entah dari arah mana membawa angin ketenangan yang sangat amat menyejukkan.

Nidya atau Ratih bagi saya adalah sebuah keunikan. Dalam komunikasi kadang saya sering bertanya “udah pernah pacaran belom?”, dan Nidya memberiku jawaban “BELUM”. Lalu saya kembali bertanya “Uda pernah jatuh cinta belom?”, dan dia menjawab “UDAH”.

Dan ternyata salah seorang pria yang dia cintai pernah menembak dia, namun dia menolaknya. Memang terkesan mudah, namun saya berpikir jika aku berada dalam posisinya mampukah saya melakukan hal yang sama?

Jika saya berada dalam posisi mencintai seseorang, MRN misalnya, lalu kemudian MRN meminta saya menjadi kekasihnya. Pada saat yang demikian, mampukah saya menolak MRN padahal hati ini sungguh menginginkannya.

Karenanya saya menganggap Nidya adalah pribadi yang unik dan istiqamah, semoga sifat istiqamah itu selalu bersamanya hingga nafas terakhir tiba walaupun sebagai sosok remaja Nidya masih bocor disana-sini :).

Adalah hal yang sangat membanggakan, karena dimana saat-saat yang demikian banyak akhwat yang tumbang hanya karena masalah percintaan. Juga keteguhan yang luar biasa, karena dalam beberapa kasus banyak akhwat yang keder saat mendapat serangan itu.

Salah seorang teman malah berpacaran hanya karena dipaksa oleh lelaki yang menjadi pacarnya, padahal dia tidak suka. Namun mungkin dengan alasan kasihan akhirnya mereka jadian juga.

Bahkan ada yang lebih miris lagi, seorang teman lagi yang dulunya sangat anti-pacaran malah sekarang mulai coba-coba untuk berpacaran, padahal yang dia rasakan bukannya nikmat malah pedihnya sebuah penghianatan tetapi mereka tidak pernah mau mengambil pelajaran.

Dalam fase kelembaban usia, kita mulai belajar jatuh cinta. Tepatnya belajar mencintai dan dicintai, namun ada beberapa rule-rule atau aturan yang harus dipatuhi. Kebanyakan mereka mencoba mematahkan aturan-aturan tersebut dengan alasan modernisasi atau mencoba untuk tidak konservatif. Sebahagian yang lain berasalan: “Toh saya tahu aturan-aturannya” namun aturan yang bagaimana yang mereka anggap?!

Temanku, zina itu bukanlah apa yang hanya berada diantara perut dan lutut.

Terima kasih Tuhan, terima kasih Nidya. Sebuah jawaban yang selalu saya inginkan telah terjawab, walau mampu menjawabnya namun butuh mulut yang lain untuk mengimaninya.

Terima kasih Tuhan, engkau hambaku dan aku tuhanmu.

Monday, October 16, 2006

EVOLUSI Terakhir ?

Tuhan menciptakan sebuah puzzle kehidupan yang unik untukku, memerintahkanku bermain manis dengannya, dan lalu kemudian aku tersedot ke dalam arus puzzle itu.

Dia memberikan potongan hati, potongan harapan, potongan usaha, dan potongan masa depan. Memintaku dengan tulus menyusun tiap potongan menjadi sebuah Maha Karya. Puzzle yang unik, puzzle yang tidak terikat oleh bentuk atau apapun karenanya aku bebas merangkai hidup.

Namun dia juga bercerita, bahwa ada bingkai yang harus ditaati dan dia menamakannya rahasia sedang aku menyebutnya takdir. Bingkai yang kokoh yang dibangun dengan penuh otoriter, bingkai yang begitu kuat hingga tidak satupun hembusan nafas ini kecuali telah dicatat-Nya, dan aku menikmatinya.

Dan apakah EVOLUSI telah berakhir ?!

Aku sendiri tak mengerti. Daripada memikirkan tentang evolusi, aku lebih memilih menata puzzle-puzzle milikku. Tuhan memberikan waktu yang begitu singkat untukku dalam menyelesaikannya, Dia memberikan batas waktu hingga akhir nafas ini.

Sebahagian puzzle telah menjadi rangkaian, yaitu; aku yang ceroboh, yang urakan, yang pemalas dan begitu manja. Menurutku itu puzzle yang buruk, karenanya aku meminta izin kepada Tuhan untuk mengubahnya. Tuhan tersenyum, Dia bangga ternyata aku sadar dan mendekati dewasa.

Lalu Dia memberikan pertanyaan untukku yang tidak harus ku jawab secara verbal, namun dengan memintaku terus menyelesaikan puzzle-ku. Dia memberikan aku pertanyaan “patah hati”, memberiku pertanyaan “keterasingan”, memberiku pertanyaan “kepedihan” dan lainnya. Lalu Dia memintaku menjawabnya dengan “SENYUMAN”.

Ada beberapa pertanyaan yang mampu kujawab, namun masih banyak pertanyaan yang harus kucari jawaban, salah satunya adalah keterasingan dan kepedihan. Untuk pertanyaan “patah hati” aku menjawabnya dengan waktu, dalam prinsip waktu semua pasti berlalu.

Ahh, puzzle yang begitu kecil juga begitu besar. Terkadang ada kebuntuan dalam menatanya, dan sering air mata ini mencoba bertanya kepada Tuhan, namun Dia diam sambil tersenyum. “Baiquni, Aku memintamu untuk menyelesaikannya untuk-Ku maka lakukanlah. Jawablah dengan kehidupanmu, langkahmu adalah penentuan-Ku”.

Kebisingan hati membuatku sedikit tidak berkonsentrasi, dan itu adalah bagian dari proses menata sang puzzle. Membuatnya menjadi sebuah Maha Karya yang entah itu aku banggakan atau aku tangisi.

Rehat sejenak aku menatap kiri-kanan, ternyata mereka melakukan hal yang sama. Bersama-sama membangun Maha Karyanya, bersama-sama berevolusi menjadi jati diri. Ahh… ternyata ada yang telah menyelesaikannya dengan begitu singkat, dan dia hanya tersenyum mencoba membantu yang lainnya. Mereka telah mampu tertawa bersama Tuhan.

Berpikir tentang puzzleku, aku tertekun. Ada banyak sisi yang harus diubah, ada banyak bagian yang harus kembali fundamental. Terlalu lama aku bermain dengan teori, terlalu lama…

Cinta, kesedihan, keterasingan, penderitaan, kesombongan, obsesi. Ahh, tak mudah membangun puzzle yang indah.

Aku menutup mata, mencoba mencari Tuhan. “Tuhan, sanggupkah aku ?

Dia diam, selalu sambil tersenyum. Tak ada anggukan atau gelengan, mengulurkan tangan-Nya memberikanku waktu dan pengalaman serta masa lalu dan menganugerahiku dengan harapan.

Tuhan, EVOLUSI BELUM BERAKHIR KAN ?!

Saturday, October 07, 2006

Yang Lelah dalam Penantian

Aku terlalu lelah puteri, aku terlalu lelah. Lelah dalam menata hati ini, hati yang sedikit demi sedikit terkikis cemburu, hati yang semakin menipis, hati yang telah penat dalam penantian.

Dirimu memang tidak pernah berbicara lagi tentang dia, karena seperti yang kita tahu bahwa cukup lama tak ada komunikasi antara kita. Namun perhatianmu, keinginanmu, rasa gundahmu yang kau persembahkan untuknya telah cukup menceritakan apa isi hatimu padaku puteri. Dan aku merasa ini bukan hanya prasangkaku.

Jujur puteri, aku ini bukan apa-apa bagimu khan?

Jujur saja puteri, tak perlu kau beri aku peluang dengan senyumanmu. Biarkan aku terluka dengan sangat tanpa pengharapan daripada harus meraba asa yang lalu kemudian jatuh melesat dalam perut bumi saat aku tersadar bahwa tak pernah ada aku dalam kamus kehidupanmu, kalaupun aku mejawantah dalam kehidupanmu tentu bisa dipastikan bahwa aku tidak pernah hinggap dalam tepian hatimu, bahkan bagian terluar dari itu.

Cukup 2 (dua) tahun aku memahami tentang aku, tentang kamu. Namun seperti yang telah kuperkirakan akan apa yang tertulis dalam catatan sang waktu, mungkin kita memang tercipta bukan untuk dalam persatuan. Kau miliknya dan aku entah kepunyaan siapa.

Puteri, apakah benar dugaanku seperti yang kuutarakan di atas? Atau memang itu hanya sebagian dari prasangkaku yang salah karena seperti yang telah diberitakan bahwa sebahagian besar prasangka adalah sebuah kesalahan.

Puteri, mungkin saat kamu membaca ini kau tidak akan pernah tahu bahwa dirimu lah yang kutuju, karena memang aku tidak pernah dan tidak akan pernah membuka tabir rahasia ini. Terlalu malu diri ini saat harus terpuruk dan mengetahui bahwa dirimu tak pernah menganggapku ada. Terlalu lemah diriku untuk menerima sebuah kenyataan bahwa aku harus kembali terpuruk.

Puteri, ijinkan aku tersenyum lepas, bebas, dan puas. Ijinkan aku melakukannya dengan melupakanmu. Ijinkan aku mengakhiri tali-tali antara kita berdua. Dan kamu telah mengambil langkah itu terlebih awal dariku.

Aku mengerti puteri, mungkin sangat amat mengerti.

Dan seperti yang telah diberitakan dalam sejarah kehidupan: SEMUA PASTI BERLALU.

Mari puteri, kita tersenyum bersama. Mari kita menertawakan bersama bagaimana sang waktu telah memporak-porandakan hatiku ini. Mari kita berpesta tentang betapa leburnya hatiku ini. Mari kita bersulang untuk kepedihan beratus-ratus dera yang merajam diri ini.

Puteri, tersenyumlah selalu. TETAPLAH TERSENYUM UNTUKKU WALAU KAU TAK PERNAH MELAKUKANNYA UNTUKKU.

Monday, September 11, 2006

Surat Untuk Cintaku

Sebenarnya surat ini ingin kukirimkan kepadamu wahai engkau yang mampu melumpuhkan hatiku. Surat ini ingin kuselipkan dalam satu kehidupanmu, namun aku hanya lelaki yang tak memiliki keberanian dalam mengungkapkan semua percikan-percikan rasa yang terjadi dalam hatiku. Aku hanya dia yang engkau anggap tidak lebih, aku hanya merasa seperti itu.


Assalamu’alaikum wahai engkau yang melumpuhkan hatiku

Tak terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. Seperti yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak acuh padamu. Saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.

Takukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? Entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun kepadamu, lisan ini seolah terkunci. Dan aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku. Jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin tidak mengerti.

Sakit hatiku memang saat prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. Namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramanmu adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.

Wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, andai aku boleh berdoa kepada Tuhan, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. Jarang aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini. Andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.

Banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. Sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangku tentangmu tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa prasangmu terhadapku. Namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu. Masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. Juga kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. Sungguh aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin BERPACARAN denganmu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada BIDADARI-ku. Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanmu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku, jika saja Dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangmu bukan sebagai istriku namun sebagai kekasihku. Andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan maluku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.

Aku yang tidak mengerti diriku…

Ingin ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! Namun wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu... aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. Mungkin nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis ini. Atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu mengguncang.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mintalah kepada Tuhan-mu, Tuhan-ku, dan Tuhan semua manusia akhir yang terbaik terhadap kisah kita. Memintalah kepada-Nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.

Wahai engkau yang sekarang kucintai, semoga hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.

Wassalam