Saturday, October 07, 2006

Yang Lelah dalam Penantian

Aku terlalu lelah puteri, aku terlalu lelah. Lelah dalam menata hati ini, hati yang sedikit demi sedikit terkikis cemburu, hati yang semakin menipis, hati yang telah penat dalam penantian.

Dirimu memang tidak pernah berbicara lagi tentang dia, karena seperti yang kita tahu bahwa cukup lama tak ada komunikasi antara kita. Namun perhatianmu, keinginanmu, rasa gundahmu yang kau persembahkan untuknya telah cukup menceritakan apa isi hatimu padaku puteri. Dan aku merasa ini bukan hanya prasangkaku.

Jujur puteri, aku ini bukan apa-apa bagimu khan?

Jujur saja puteri, tak perlu kau beri aku peluang dengan senyumanmu. Biarkan aku terluka dengan sangat tanpa pengharapan daripada harus meraba asa yang lalu kemudian jatuh melesat dalam perut bumi saat aku tersadar bahwa tak pernah ada aku dalam kamus kehidupanmu, kalaupun aku mejawantah dalam kehidupanmu tentu bisa dipastikan bahwa aku tidak pernah hinggap dalam tepian hatimu, bahkan bagian terluar dari itu.

Cukup 2 (dua) tahun aku memahami tentang aku, tentang kamu. Namun seperti yang telah kuperkirakan akan apa yang tertulis dalam catatan sang waktu, mungkin kita memang tercipta bukan untuk dalam persatuan. Kau miliknya dan aku entah kepunyaan siapa.

Puteri, apakah benar dugaanku seperti yang kuutarakan di atas? Atau memang itu hanya sebagian dari prasangkaku yang salah karena seperti yang telah diberitakan bahwa sebahagian besar prasangka adalah sebuah kesalahan.

Puteri, mungkin saat kamu membaca ini kau tidak akan pernah tahu bahwa dirimu lah yang kutuju, karena memang aku tidak pernah dan tidak akan pernah membuka tabir rahasia ini. Terlalu malu diri ini saat harus terpuruk dan mengetahui bahwa dirimu tak pernah menganggapku ada. Terlalu lemah diriku untuk menerima sebuah kenyataan bahwa aku harus kembali terpuruk.

Puteri, ijinkan aku tersenyum lepas, bebas, dan puas. Ijinkan aku melakukannya dengan melupakanmu. Ijinkan aku mengakhiri tali-tali antara kita berdua. Dan kamu telah mengambil langkah itu terlebih awal dariku.

Aku mengerti puteri, mungkin sangat amat mengerti.

Dan seperti yang telah diberitakan dalam sejarah kehidupan: SEMUA PASTI BERLALU.

Mari puteri, kita tersenyum bersama. Mari kita menertawakan bersama bagaimana sang waktu telah memporak-porandakan hatiku ini. Mari kita berpesta tentang betapa leburnya hatiku ini. Mari kita bersulang untuk kepedihan beratus-ratus dera yang merajam diri ini.

Puteri, tersenyumlah selalu. TETAPLAH TERSENYUM UNTUKKU WALAU KAU TAK PERNAH MELAKUKANNYA UNTUKKU.

1 comment:

akbar said...

puities abies.............